Cinta tidak hanya pikiran dan kenangan. Lebih besar, cinta adalah dia dan kamu. Interaksi. Perkembangan dua manusia yang terpantau agar tetap harmonis. karena cinta pun hidup dan bukan cuma maskot untuk disembah sujud.( Dewi Lestari )
Wednesday, October 17, 2012
Andai jatuh itu mudah, pasti hatiku tidak lebam sendiri seperti ini.
Ini lebam karena tanda tanya.
Iya, aku pasrah ditinju tanda tanya.
Sungguh aku ingin menumbuk tanda tanya,
lalu diseduh dengan gula dan kopi,
terlarut dalam cangkir dan kusesap hingga tetes terakhir.
Jika kamu ingin tahu, jumlah tanda tanya di kepalaku ini rasanya sebanding dengan jumlah bayangmu di thalamus.
Boleh minta tolong untuk terakhir kali?
Beri aku satu pasti dan semua tanya akan mati.
Datang
Kalau kamu datang,
aku berjanji tidak akan bertanya kenapa baru sekarang.
Kalau kamu datang, aku berjanji tidak akan membuatmu berdiri didepan pintu terlalu lama.
Kalau kamu datang, aku berjanji tidak akan bertanya, hati mana saja yang sudah kau lewati untuk sampai disini.
Karena dengan langkahmu, aku terbangun, dari matisuri yang kunina-bobokan sendiri.
Kalau kamu datang, tolong jangan pergi.
Aku lelah menjaga pintu.
Kalau kamu datang.
Aku berani sumpah, aku tenang.
aku berjanji tidak akan bertanya kenapa baru sekarang.
Kalau kamu datang, aku berjanji tidak akan membuatmu berdiri didepan pintu terlalu lama.
Kalau kamu datang, aku berjanji tidak akan bertanya, hati mana saja yang sudah kau lewati untuk sampai disini.
Karena dengan langkahmu, aku terbangun, dari matisuri yang kunina-bobokan sendiri.
Kalau kamu datang, tolong jangan pergi.
Aku lelah menjaga pintu.
Kalau kamu datang.
Aku berani sumpah, aku tenang.
Aku Merindukanmu
Aku merindukanmu. Ini sesuatu yang besar, yang tidak cukup kusimpan
dalam kepalan. Ini sesuatu yang tidak kecil, ini benar-benar aku
rasakan.
Aku tahu, ada begitu banyak hal-hal yang mendekatkan, yang belum kita
lakukan, yang belum kita hadapi bersama-sama. Sebab bebutiran rindu
berikut kobar cemburu yang menyala-nyala akan menuntun kita pada warna
rasa yang keemasan. Berkilauan, terang kemilau yang mencengangkan,
gemerlap pesta di dalam sepasang mata. Bagaimana ini tidak menakjubkan?
Aku benar-benar mengilhaminya.
Rindu kan ada, baik di pagi, siang, sore, maupun malam, berikut hari
berganti hari dan tahun depan menjelang, juga mendung, cerah atau
berawan, atau baik kemarau maupun hujan, atau biar salju turun sekalian!
Ini aku berpijak di atas puncak kerinduanku. Aku melihat awan-awan
yang menggumpal tebal, menutup cantik segala kesalahanmu. Aku lupa,
hanya ingat kebaikanmu, terlebih kelucuanmu yang menggemaskan.
Aku sudah berteman baik dengan bayang-bayangmu, bayang-bayangmu
menemani sisa hidupku. Dan karenanya benda-benda mati jadi tampak seakan
memusuhiku, memerangi kesunyianku.
Aku merindukanmu. Aku memanggilmu dengan suara yang keluar dari
jantungku, dalam gerak yang tergambar dari nadiku. Karena aku tahu, ada
tersisa banyak hal-hal besar yang belum kita lewati di bawah langit
ini, di atas bumi ini, di dalam hati kita. Demikian aku merindukanmu,
demikian aku benar-benar merasakannya.
Tawa Jadi Tempat Sembunyi
Aku tersenyum. Itu caraku menghias luka.
Aku tertawa. Itu caraku
untuk sembunyi.
Aku jadi seringkali berhasil membuat orang tertawa di
atas kesedihanku, sebab kesenanganku dulu sudah banyak membuatnya sedih.
Bila aku semakin lucu, itu karena ia semakin jauh.
Mungkin ini karena
banyak yang membenci aku saat dulu ia di dekat aku. Setiap hari aku
harus mencicip bayang-bayang yang pahit, setiap hari aku harus
mengenyangkan kepalaku dengan itu.
Kekonyolanku adalah hal yang paling
menyentuh, aku akan menunggu semua orang dapat memeluk aku yang tidak
henti-hentinya bertingkah kocak, sampai saat aku tertawa sendiri, mereka
amat terpukul.
Sementara saat-saat ini, tawa mereka hanyalah buah demi
buah yang tumbuh dari caraku melarikan kepedihan.
Bila ini melemahkanku,
mengapa tidak melelahkanku?
Lengkapnya Sepi
Lama tidak dengar kabarmu, bagaimanakah kamu sekarang? Semoga kamu dijaganya baik, jangan sampai percuma melepas aku. Jauh
dariku bukan berarti tanpa tertawa. Meski ia tidak selucu aku,
janganlah jatuh air matamu. Meninggalkan aku sendiri di sini kan
seharusnya bukan pilihan untuk bersedih sepanjang hidup. Semangatlah
untuk membuat dirimu mencintainya!
Memang sesekali aku coba mencinta dengan mencium,
mendobrak pintu hatiku dengan kecupan.
Namun apa mau dikata, malah luka
perasaan orang. Apa cinta yang meledak-ledak menghancurkan hati sendiri? Sebab setiap bunyi hantaman keras, kudengarnya bagai namamu.
Beberapa menyukaiku dengan lembutnya, hanya tak sedalam kamu mengenal aku. Kamu lebih dari masa lalu, seperti pahlawan yang tidak mungkin hanya karena ada luka kecil, dapat terlupakan perjuangannya. Jika ada sejuta mulut yang menyoraki aku berengsek, aku percaya kamu tetap memiliki suara sendiri. Itulah! Sesekali memang aku suka berkata bodoh, membencimu karena jauh. Sebab menyakitkan, kamu hadir untuk kuingat, seperti datang untuk berpamit. Terkadang
ini yang membuatku berharap cemas, di mana kiranya keseluruhanku dapat
rubuh, sehingga dari atas panggung aku terjatuh, kemudian mendarat di
pangkuanmu. Sekarang setelah semuanya ingin kumulai sendiri, tiap kepingku telah menjelma menjadi nyawa dan memberi hidup bagi tiap kata yang melengkapkan sepi setiap orang.
Semoga Tidak Kamu Lagi
Ada rasa sedih saat melihatmu bahagia. Bukan
karena aku tidak ingin kamu bahagia, melainkan karena bukan aku yang
membahagiakanmu. Itu menyakitkan, seperti pukulan yang sebenarnya
ingin buatku tersadar. Mungkin ini waktu untuk aku terpuruk, supaya aku
dapat melihat Tuhan memakai kenangan ini untuk buatku dipenuhi
kesiapan, sehingga doa dapat melahirkan semangat dan kemudian buatku
bangkit.
Namun ketahuilah sebelum aku sudah tak lagi
mencintaimu, ini darahku mengalir membawa bayang-bayangmu mengelilingi
tubuhku dan jantungku berdenting demi kau menari-nari di pikiranku.
Ada satu hal yang sampai hari ini masih membuat aku bangga menjadi aku,
itu karena aku mampu terima kamu apa adanya. Aku meminta ampun kepada
Tuhan, sebab aku pernah berharap kalau suatu saat, ketika angin
menghempasku hilang dari daya ingatmu, aku ingin tak pernah lagi
menginjak bumi. Sebab hidup jadi terasa bagaikan dinding yang dingin.
Aku harus menjadi paku, sebab kamu bagai lukisan dan cinta itu palunya.
Memukul aku, memukul aku dan memukul aku sampai aku benar-benar menancap
kuat.
Pada akhirnya, semoga, tidak kamu lagi yang aku lihat sebagai satu-satunya cahaya di dalam pejamku sebelum pulas. Amin.
Subscribe to:
Posts (Atom)